Kamis, 01 Juni 2017

Permintaan Meningkat, Industri Sawit Indonesia Makin Menggeliat

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) | Bestprofit

Bestprofit

Bagi pelaku usaha perkebunan besar, baik swasta maupun BUMN, program intensifikasi sudah berjalan dan menjadi fokus utama dalam tata kelola usaha perkebunan mereka saat ini," katanya.
Bahkan, lanjut dia, beberapa perusahaan telah mengembangkan bidang Research and Development (R&D) sendiri untuk menghasilkan benih-benih unggul. Tantangannya adalah bagaimana upaya peningkatan produktivitas ini juga bisa dilakukan oleh para petani atau perkebunan rakyat.


"Untuk diketahui, merujuk data dari Kementerian Pertanian tahun 2016, disebutkan bahwa dari 11,5 juta hektar perkebunan kelapa sawit di Indonesia saat ini, 42% atau sekitar 4,83 juta hektar dimiliki oleh masyarakat atau petani (smallholders). Karena itu, keberhasilan intensifikasi perkebunan rakyat berarti juga keberhasilan sektor perkebunan kelapa sawit nasional dalam meningkatkan produktivitas," pungkasnya.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyatakan, lima kawasan tujuan ekspor terbesar minyak sawit Indonesia adalah India (5,78 juta ton), Uni Eropa (4,37 juta ton), Republik Rakyat Tiongkok (3,22 juta ton), Pakistan (2,06 juta ton), dan negara-negara Timur Tengah (1,97 juta ton). Permintaan dari negara-negara tersebut tercatat terus meningkat.Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono mengatakan, selain itu juga ada tambahan permintaan dari berbagai negara tujuan ekspor baru seperti Amerika Serikat dan Eropa Timur.

Dari aspek permintaan, dengan terus mengembangkan sektor kelapa sawit, Indonesia akan terus menjadi produsen minyak sawit terbesar dunia."Meskipun berbagai kampanye negatif, termasuk dari Uni Eropa yang notabene juga konsumen minyak sawit Indonesia, permintaan global akan minyak sawit akan tetap tinggi bahkan cenderung terus meningkat," ujarnya melalui keterangan resmi di Jakarta.Pada April tahun 2017, permintaan minyak sawit (CPO dan turunannya) dari Uni Eropa justru naik 8% dari 446,92 ribu ton pada bulan Maret tahun 2017 menjadi 482,95 ribu ton.

Permintaan dari negara-negara lain juga mencatat kenaikan yang sama, kecuali dari China yang turun karena program pengembangan peternakan sehingga lebih banyak mengimpor kedelai untuk pakan ternak dan mendapatkan minyak dari proses crushing kedelai tersebut.Pasar minyak nabati dunia dijelaskan Joko adalah pasar yang terbuka lebar dan sudah ada di depan mata. Namun, bagaimana Indonesia bisa menangkap peluang pasar tersebut ketika ruang pengembangan lahan untuk perkebunan kelapa sawit semakin terbatas."Atau lebih tepatnya semakin dibatasi. Tidak ada pilihan lain kecuali pelaku usaha sektor perkebunan kelapa sawit fokus pada upaya peningkatan produktivitas melalui berbagai program intensifikasi.

Kampanye Hitam Sawit Juga Datang dari Tanah Air | Bestprofit

Ia memaparkan Data Oil World pada 2016, konsumsi minyak nabati dunia mencapai 177 juta juta ton dengan rerata tambahan kebutuhan konsumsi mencapai 5 juta ton per tahun. Kebutuhan konsumsi tersebut antara lain dipenuhi oleh minyak sawit sebesar 64 juta ton, soyabean 53,15 juta ton, rapeseed 27,65 juta ton, minyak bunga matahari 15,55 juta ton, dan sisanya oleh minyak nabati lain seperti kacang, kelapa, dan zaitun.Bahkan di Amerika dan Uni Eropa sendiri, saat ini ada lebih dari seratus jenis produk makanan dan produk-produk consumer goods non pangan seperti kosmetik, pasta gigi, deterjen, dan banyak lagi, yang berbahan baku minyak sawit. Saat ini hingga mungkin 20 tahun lagi, industri consumer goods yang berbasis di Amerika dan negara-negara Eropa Barat masih akan sangat menggantungkan keberlangsungan usahanya dengan bahan baku minyak sawit.

Dibandingkan tanaman minyak nabati lain, produktivitas sawit adalah yang tertinggi yaitu 3,5 ton minyak sawit per hektar per tahun. Dengan produktivitas yang tinggi tersebut, “hanya” dengan lahan seluas 20 juta hektar di seluruh dunia, perkebunan kelapa sawit bisa menghasilkan minyak nabati lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman pesaing.Tahun 2016, produksi minyak sawit dunia mencapai 60,5 juta ton atau menguasai pangsa pasar 29,4 persen dari total produksi minyak nabati dunia. Bandingkan dengan soy bean yang menguasai lahan 121,9 juta hektar, hanya menghasilkan 51 juta ton atau 24,8 persen dari total produksi minyak nabati dunia.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menyayangkan kampanye negatif tentang kelawa sawit di tanah airtidak hanya datang dari luar negeri. Ketua Umum GAPKI Joko Supriyono mengatakan di dalam negeri sendiri masih banyak kelompok masyarakat yang berbagai kampanye negatif terkait sawit.Joko menerangkan berbagai isu negatif tersebut antara lain terkait kebakaran hutan, pengelolaan lahan gambut, penguasaan segelintir korporasi besar atau konglomerasi dalam sektor perkebunan kelapa sawit nasional. Kemudian terkait suku asli, hak masyarakat adat dan ulayat, isu pertahanan dan tata ruang wilayah, ketenagakerjaan, dan berbagai isu sosial lainnya.

"Terkait kampanye negatif di dalam negeri ini, kita patut iri dengan Malaysia di mana di negeri jiran yang menjadi produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia tersebut, seirama dengan langkah pemerintah dan parlemen mereka, seluruh kelompok masyarakat satu suara mendukung penuh keberadaan dan keberlanjutan sektor perkebunan kelapa sawit sebagai motor penggerak perekonomian negara," tutur Joko lewat keterangan tertulis, pada Kamis (1/6).Ia memahami butuh waktu mencapai sinergi yang diimpikan seperti di negara tetangga. Caranya menurut dia, semua pihak saling mendukung, menunjukkan hal positif dari keberadaan sawit tanah air.

Ekspor Sawit Triwulan I-2017 Tumbuh 23 Persen | Bestprofit

Terkait munculnya resolusi Parlemen Eropa yang ditujukan terhadap minyak sawit Indonesia, menurut Togar ternyata hal itu tidak terlalu berpengaruh terhadap ekspor ke benua tersebut bahkan sejak Maret 2017 menunjukkan peningkatan.Pada April lalu, permintaan minyak sawit berupa CPO dan turunannya dari negara-negara Uni Eropa masih mencatatkan kenaikan sebesar delapan persen dibandingkan Maret yakni dari 446,92 ribu ton menjadi 482,95 ribu ton.Menurut dia, menjelang Ramadan permintaan beberapa negara yang berbasis mayoritas muslim mengalami kenaikan karena pada umumnya konsumsi terhadap minyak nabati selalu meningkat selama bulan puasa hingga Idul Fitri.

Togar mencontohkan di Bangladesh mencatatkan kenaikan permintaan minyak sawit sebesar 116 persen pada April yakni menjadi 124,95 ribu ton dari Maret yang hanya 57,80 ribu ton, begitu juga dengan Pakistan mengalami peningkatan permintaan 18 persen dari 175,26 ribu ton menjadi 207,21 ribu ton.Kenaikan permintaan minyak sawit tersebut juga diikuti India sebesar 56 persen dari 430,03 ribu ton pada Maret menjadi 672,14 ribu ton.

Kinerja ekspor minyak sawit kembali bergeliat pada triwulan pertama lalu meskipun diserang berbagai kampanye negatif, terutama dari Eropa. Kenaikan ekspor minyak menyusul pemulihan permintaan global.Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengungkapkan ekspor minyak sawit Indonesia terdiri CPO dan turunannya selama triwulan pertama 2017 mencapai 10,7 juta ton. Angka tersebut tumbuh 22,99 persen dari capaian pada periode sama tahun lalu yang hanya sebesar 8,7 juta ton.

“Ekspor yang meningkat karena permintaan pasar global yang tinggi sehingga tak dapat dipungkiri bahwa kebutuhan akan minyak sawit tak terhindarkan meskipun berbagai macam kampanye negatif didengungkan oleh negara pesaing,” kata Sekjen Gapki Togar Sitanggang di Jakarta, Rabu (31/5), di sela buka bersama dengan pemangku kepentingan industri sawit nasional.Khusus pada bulan April 2017, Togar menyatakan ekspor minyak sawit Indonesia meningkat enam persen dibandingkan Maret yang hanya 2,53 juta ton menjadi 2,68 juta ton. Kenaikan ekspor tersebut, menurut dia menurunkan stok minyak sawit Indonesia yang saat ini tersisa 888 ribu ton, terlebih produksi dalam negeri belum maksimal, tidak seimbang dengan permintaan pasar global yang terus meningkat.

Bestprofit 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar