Senin, 22 Mei 2017

BPK beri opini WTP bagi LKPP tahun 2016

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian | PT Bestprofit

PT Bestprofit

Permasalahan hibah juga terjadi di Kementerian Pertahanan. Kementerian itu menghibahkan barang ke Kodam XVII Cenderawasih dan Kodam II Sriwijaya dengan nilai barang mencapai Rp 1,8 miliar tetapi belum dilaporkan ke Kementerian Keuangan.Ketiga. BPK juga menemukan penyimpangan biaya perjalanan dinas senilai Rp 30,20 miliar dan US$ 1.299,20 di 47 kementerian lembaga. Penyimpangan belanja tersebut salah satunya terjadi di Kementerian Riset Dikti sebesar Rp 5,9 miliar. "Walau catatan tersebut tidak berpengaruh langsung pada kewajaran LKPP 2016, tapi pemerintah tetap perlu menindaklanjuti rekomendasi BPK tersebut," kata Moermahadi.

Menteri Keuangan Sri Mulyani bilang, untuk mendapat opini WTP Kemkeu bekerja dengan intensif serta memperhatikan dengan detail apa yang disampaikan BPK. "Kami menghargai betul pandangan dari BPK karena spirit-nya adalah memperbaiki kualitas laporan dan tata kelola. Banyak hal seperti masalah konsistensi pembukuan, mengenai subsidi, PMN, itu baik sekali yang disampaikan oleh BPK," kata Sri Mulyani di Gedung DPR/MPR RI.Sri Mulyani bilang, ke depan dalam pengelolaan anggaran negara terutama untuk meningkatkan efektivitas dalam mencapai target pembangunan nasional, yang paling penting adalah akuntabilitas dari sisi seluruh pengeluaran negara. "Ini salah satu yang terus akan kami pantau dan perbaiki," ucapnya.

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas Laporan Keungan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2016. Menurut Ketua BPK Moermahadi Soerja Djanegara, opini WTP ini menjadi kali pertama diraih pemerintah pusat setelah 12 tahun menyampaikan pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam bentuk LKPP sejak 2004.Meski memberikan opini WTP, Moermahadi bilang, BPK masih memberikan beberapa catatan dan temuan pelaksanaan anggaran negara. Catatan pertama, menyangkut pengelolaan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dan piutang bukan pajak di 46 kementerian lembaga yang tak sesuai ketentuan.

"Ada pengembalian pajak 2016 senilai Rp 1,15 triliun yang tidak perhitungkan piutang pajak senilai Rp 879,02 miliar," katanya dalam penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2016, Jumat (19/5).Catatan kedua, berkaitan dengan pengelolaan hibah langsung berupa uang, barang dan jasa senilai Rp 2,85 triliun pada 16 kementerian lembaga yang tidak sesuai ketentuan. Salah satunya terjadi di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK).Dari hasil pemeriksaan BPK, terdapat hibah langsung berbentuk uang ke Kemenko PMK senilai Rp 85,156 miliar. Hibah tersebut sudah digunakan tapi belum disahkan oleh Bendahara Umum Negara.

Reaksi Sri Mulyani Saat Laporan Keuangan Pusat Diganjar WTP | PT Bestprofit

Sri Mulyani berharap, dengan naiknya opini LKPP, tradisi akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara dapat terus dijaga. Menurut dia, APBN merupakan instrumen kebijakan pembangunan yang sangat penting. "Reputasi dan kredibel harus dijaga. Pelaksanaan APBN harus bisa dinikmati oleh masyarakat," tuturnya.Dengan opini WTP dari BPK terhadap LKPP 2016, Sri Mulyani bertekad untuk terus menjaganya agar status tersebut tidak turun di tahun-tahun yang akan datang. "Saya minta jajaran Kementerian Keuangan untuk membantu kementerian dan lembaga yang masih belum WTP. Kami akan terus menjaga konsistensi," katanya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kegembiraannya atas opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat 2016. Menurut dia, sejak LKPP wajib dibuat pada 2004, baru kali ini laporan itu mendapatkan opini WTP dari BPK. "Ini pertama kali diraih setelah 12 tahun. Ini adalah hasil yang sangat baik. Seluruh jajaran Kementerian Keuangan merasa ini harus terus dijaga dan dipertahankan," kata Sri Mulyani dalam konferensi persnya di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Jumat, 19 Mei 2017.

Sri Mulyani menuturkan, peningkatan opini LKPP tersebut diiringi dengan peningkatan opini dari Laporan Keuangan Kementerian/Lembaga (LKKL). Pada 2015, hanya 56 LKKL yang mendapatkan opini WTP dari BPK. Tahun lalu, jumlah tersebut meningkat menjadi 74 LKKL. "Ini kenaikan yang cukup besar," ujarnya.Sementara itu, opini wajar dengan pengecualian (WDP) yang pada 2015 diberikan kepada 26 LKKL, tahun lalunya jumlahnya berkurang menjadi delapan LKKL. Adapun LKKL yang mendapatkan opini disclaimer, menurut Sri Mulyani, meningkat dari empat LKKL pada 2015 menjadi enam LKKL pada 2016.

Laporan Keuangan Pemerintah Pusat  |  PT Bestprofit

"Yaitu masyarakat yang adil dan makmur dengan akuntabilitas yang bisa diterima dalam konteks praktik-praktik pengelolaan yang baik," ungkap Sri Mulyani.Mantan direktur pelaksana Bank Dunia ini juga menghaturkan terima kasih kepada BPK atas kerja sama selama dua bulan terakhir. Hingga, akhirnya laporan keuangan pemerintah pusat bisa memperoleh opini WTP."Dengan status ini sesuatu yang positif, tapi ini bukan tujuan akhir. Kita akan jaga agar status ini tidak menurun pada tahun-tahun yang akan datang," tutur Sri Mulyani.Opini WTP, imbuh dia, bukan sesuatu yang harus dirayakan. Predikat ini adalah cambuk untuk terus menjaga reputasi maupun kinerja dalam menjaga keuangan negara sesuai mandat yang diberikan.

Laporan keuangan pemerintah pusat tahun 2016 memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (WTP). Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, opini WTP tersebut merupakan opini tertinggi atau terbaik untuk sebuah laporan keuangan."Tentu ini hasil yang sangat baik. Di jajaran Kementerian Keuangan ini satu yang harus terus dijaga dan dipertahankan," jelas Sri Mulyani di Jakarta, Jumat (19/5/2017).

Sri Mulyani mengungkapkan, dengan status laporan keuangan yang memperoleh opini sangat baik tersebut diharapkan seluruh tradisi akuntabilitas dan pengelolaan negara akan terus dijaga.Menurut dia, Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) merupakan instrumen kebijakan yang sangat penting. Oleh karena itu, reputasi dan kredibilitasnya harus dijaga. Yang lebih penting adalah, imbuh Sri Mulyani, pelaksanaan APBN harus benar-benar bisa dinikmati masyarakat dalam tujuan bernegara.

pt bestprofit 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar