Jumat, 28 April 2017

PGN Pertanyakan Investasi Pengadaan Dispenser Gas di SPBU

Dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkepentingan dengan distribusi bahan bakar | pt. bestprofit futures bandung
pt. bestprofit futures bandung

Akan tetapi, pembicaraan teknis untuk melaksanakan mandat Ignasius Jonan itu belum selesai.
"Memang dalam hal ini, kami perlu bicara lagi untuk tindak lanjut teknisnya, bagaimana penempatannya, siapa yang akan melakukan investasi. Itu sampai sekarang belum jelas," kata Dilo di Jakarta Kamis (27/4/2017).

Lebih jauh Dilo mengatakan, kendati demikian, pihak PGN tetap mengupayakan agar kebijakan satu SPBU satu dispenser gas itu tak sekadar menjadi wacana."Pada saat Menteri ESDM mengeluarkan kebijakan seperti itu, artinya sudah melalui proses diskusi dengan kami. Dan kami sebagai BUMN memang ini adalah bagian dari tugas kami," ujar Dilo.

Sebagai informasi, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignasius Jonan meminta pemanfaatan gas untuk transportasi atau penggunaan bahan bakar gas (BBG) diperbanyak. Untuk itu ia mewajibkan satu SPBU untuk menyediakan satu dispenser gas.Dua Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berkepentingan dengan distribusi bahan bakar.

PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS) masih berembuk dengan pemerintah terkait kewajiban Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) menyediakan dispenser gas.Direktur Infrastruktur dan Teknologi PGN Dilo Seno Widagdo mengatakan, memang saat ini telah diidentifikasi ada 60 SPBU Pertamina yang memiliki fasilitas jaringan gas PGN.

Proyek Jaringan Pipa Duri-Dumai Tertunda Pembebasan Lahan | pt. bestprofit futures bandung

Nantinya PGN dan Pertamina akan menggunakan ruas pipa yang sama, namun transmisi dan distribusinya akan menjadi tanggungjawab masing-masing perusahaan. Untuk Pertamina, rencananya gas akan dialirkan untuk kilang Dumai. Sementara, PGN akan mengalirkan gas untuk industri dan rumahtangga."Jadi, ini memang bentuknya sinergi yang kami buat sama-sama. Sehingga, dengan hal tersebut, kami tidak usah membentuk badan usaha baru hanya untuk mengelola ruas pipa ini," paparnya.Sementara itu, Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani menambahkan, infrastruktur gas di Duri-Dumai perlu segera dibangun agar masing-masing Pertamina dan PGN tidak kehilangan potensi bisnis yang potensial.

"Kebutuhan pasar tidak bisa kami abaikan. Selain itu, pemasok juga ready (siap). Kalau infrastruktur tak terbangun, maka yang rugi tidak cuma pasar dan pemasok," kata Yenni.Sebagai informasi, penugasan pemerintah bagi ruas pipa Duri-Dumai tercantum di dalam Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) no. 4975 K/12/MEM/2016 yang diteken pada bulan Juni tahun lalu.
Di dalam keputusan itu, PGN dan Pertamina perlu menyelesaikan infrastrukturnya paling lambat pada kuartal I tahun 2017, di mana operasionalnya juga akan dilakukan oleh dua perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut.

"Sebenarnya, pipa sudah kami procure, bahkan sudah kami kirim ke sana. Cuma, ini lagi-lagi pembebasan lahan. Engineering-nya sudah mulai dan beberapa material yang bersifat lama sudah kami sepakati," ujarnya di Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Kamis (27/4).
Dilo memastikan, pengerjaan ruas pipa Duri-Dumai dapat diselesaikan dalam 18 bulan. Namun, ia berharap, alokasi gas sudah bisa didapatkan pada akhir tahun ini atau paling lambat awal 2018 mendatang.

Nantinya, alokasi gas akan didapatkan dari Blok Bentu yang dikelola oleh PT Energi Mega Persada Tbk (EMP) sebesar 57 BBTUD dan Blok Corridor yang dikelola oleh ConocoPhilips sebesar 40 BBTUD."Kami ingin selesainya 18 bulan saja. Pengadaannya pun terbilang lama, karena ada beberapa peralatan long lead item," imbuhnya.Meski mundur dari jadwal, ia bilang, sistem pengelolaan pipa gas Duri-Dumai sudah diselesaikan dengan Pertamina. Masalah pengelolaan sempat membingungkan setelah pemerintah menugaskan PGN dan Pertamina sekaligus sebagai badan usaha yang akan mengelola ruas pipa tersebut.

Mengapa Harga Gas di Sumut Baru Turun Setelah Ada Instruksi Jokowi | pt. bestprofit futures bandung

Akhirnya, kata Dilo, mereka menemukan alternatif gas alam cair atau LNG. Masalahnya sumber energi ini diperoleh dari fasilitas kilang Arun, milik PT Pertamina (Persero). Sehingga terpaksa pihaknya harus membangun pipa transmisi ke Medan. Pada saat itu, seluruh biaya dihitung oleh masing-masing pihak, Pertamina dan PGN.Alhasil, harga gas di Sumut pun mahal. Dilo tidak menjelaskan, bagaimana mereka memperhitungkan seluruh biaya sehingga harga jual gasnya menjadi mahal.

Hanya saja, setelah ada perintah dari Presiden Jokowi, masing-masing pihak melakukan penghitungan ulang."Kami duduk sama-sama, difasilitasi Kementerian BUMN, untuk menghitung, merasionalisasi infrastructure cost," imbuh Dilo.Formulasi harga gas pun diubah, mengacu pada harga campuran (blended price) antara gas yang berasal dari LNG Arun dan yang berasal dari Wampu

Harga gas yang mahal di Sumatera Utara (Sumut) di atas 12 dollar per MMBTU baru beberapa bulan ini turun menjadi satu digit, di level 9,95 dollar AS per MMBTU, setelah Presiden Joko Widodo meminta agar harga gas untuk industri diturunkan.Pelaku industri di Sumut sedianya sudah lama berteriak mengenai mahalnya harga gas tersebut. Tetapi nyatanya, harga gas turun baru-baru ini. Pertanyaannya, mengapa harga gas dua digit bertahan sekian lama di Sumut?

Apakah pemasok dan distributor gas mengambil margin terlalu tinggi, dan baru mau memangkas setelah ada instruksi dari Presiden?Menurut Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk Dilo Seno Widagdo, sebetulnya harga gas di Sumut pernah murah, di kisaran 9 dollar AS per MMBTU."Tetapi karena waktu itu pasokan dari Wampu turun hampir 1,5-3 BBTU per hari, ini memang sangat membutuhkan pasokan gas lain," kata Dilo di Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Jakarta, Kamis (27/4/2017).

pt. bestprofit futures bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar