Selasa, 11 April 2017

Urus Diri Sendiri Jangan Campuri Urusan Sawit Indonesia

Terkait sawit dinilai masih menciptakan banyak masalah mulai dari deforestasi | PT Bestprofit Futures Banjarmasin
PT Bestprofit Futures Banjarmasin

Silahkan diurus standarnya sendiri, Indonesia punya standar sendiri dan kami sudah sepakat dengan Malaysia," tegas Mentan Amran di Balai Kartini, Jakarta, Senin (10/4/2017).Selain itu, menurut Mentan Amran, Indonesia memiliki posisi yang kuat dalam hal produsen minyak sawit dunia, karenajika digabung Indonesia dengan Malaysia menguasai 80 produksi CPO dunia."Palm oil Indonesia dan Malaysia gabung itu 80 persen (dari produksi CPO dunia)," jelasnya.

Mentan Amran menjelaskan, salah satu yang dipermasalahkan oleh Uni Eropa yakni adanya perluasan perkebunan sawit akan menyebabkan kerusakan hutan.Namun, menurut Mentan Amran, alasan tersebut tidak dapat dibenarkan karena jika produk CPO dilarang dan tidak dapat terserap oleh pasar maka harganya akan jatuh dan berdampak pada ekonomi petani sawit, kemudian petani akan mencari sumber ekonomi baru dengan membuka lahan hutan karena komoditas sawit tidak lagi menguntungkan.

"Kalau CPO ini turun harganya, petani ada 30 juta orang. Ini bisa meninggalkan sawit, bergerak ke hutan untuk mencari pendapatan baru. Artinya merusak hutan, merambah hutan karena mencari kehidupan baru. Siapa yang bisa halangi kalau 30 juta orang bergerak," papar Amran.

Mentan Amran menyatakan, pemerintah tetap akan menempuh jalur diplomasi, dengan catatan Uni Eropa tidak bisa asal klaim negatif perkebunan sawit Indonesia.

Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman angkat bicara terkait Parlemen Uni Eropa yang mengeluarkan resolusi soal sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit. Sebelumnya menurut parlemen Uni Eropa, terkait sawit dinilai masih menciptakan banyak masalah mulai dari deforestasi, korupsi, pekerja anak-anak, sampai pelanggaran hak asasi manusia (HAM).Namun, Mentan Amran meminta dengan tegas agar Uni Eropa agar tidak mencampuri urusan standar produk minyak sawit mentah ataucrude palm oil (CPO) Indonesia.

Menurutnya, Indonesia saat ini telah memiliki standar sertifikasi produk sawit dan turunannya atau yang dikenal Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO).Mentan Amran menambahkan, selain memiliki ISPO, Indonesia juga telah melakukan kerja sama dalam hal sertifikasi produk sawit dengan Malaysia melalui Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO)."Jangan mencampuri urusan pertanian dalam negeri. Kami punya standar ISPO. Kami sudah kerja sama dengan Malaysia dengan RSPO, sudah joint. Kami punya standar sendiri untuk pertanian berkelanjutan.

Produsen Minyak Sawit Protes Parlemen Eropa | PT Bestrpofit Futures Banjarmasin

Sekjen Kementerian Perusahaan Perladangan dan Komoditi Datuk M. Nagarajan, Direktur Jenderal Malaysian Palm Oil Board (MPOB) Ahmad Kushairi Din dan Chief Executive Officer Malaysian Palm Oil Council (MPOC) Kalyana Sundram. Salah satu yang ditentang Indonesia dalam resolusi tersebut adalah skema sertifikasi tunggal. Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Luar Negeri, sudah menyampaikan bahwa resolusi tersebut justeru akan meningkatkan hambatan yang tidak perlu dalam perdagangan (unnecessary barriers to trade) dan kontraproduktif terhadap upaya peningkatan kualitas minyak sawit yang berkelanjutan.

Para anggota CPOPC juga sudah sepakat bahwa isu-isu lingkungan tidak seharusnya digunakan sebagai alat untuk diskriminasi dan pembatasan terselubung dalam perdagangan.Darmin juga mengatakan hal tersebut merupakan salah satu tantangan global yang disorot CPOPC. Maka dari itu, ujar Darmin, negara-negara produsen perlu meningkatkan kerja sama dan partisipasi dalam peningkatan kualitas produk serta menyebarluaskan informasi faktual tentang minyak sawit.

"Kita perlu meningkatkan partisipasi negara-negara penghasil kelapa sawit lainnya dan berupaya untuk menarik lebih banyak keanggotaan dalam CPOPC," kata Darmin.Darmin juga menekankan pentingnya cetak biru untuk menentukan jangka waktu dan target capaian dalam pengembangan industri kelapa sawit.  "Kelompok kerja teknis akan dibentuk untuk menyelesaikan rancangan sebelum Pertemuan Tingkat Menteri ke-5 pada Desember 2017," ujarnya.

Dewan Negara Produsen Minyak Sawit (CPOPC) yang dibentuk Indonesia dan Malaysia menyatakan akan menyampaikan sikap terhadap parlemen Eropa terkait resolusi tentang Palm Oil and Deforestation of Rainforests.Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution mengatakan menteri anggota CPOPC (Council of Palm Oil Producing Countries) akan menyusun komunike bersama.  Selain itu CPOPC pada Mei 2017  akan bertandang ke UE untuk menyampaikan perspektif sebagai negara produsen minyak sawit.

"Para Menteri menyatakan keprihatinan atas Resolusi Parlemen Eropa karena kontra produktif terhadap upaya kuat negara-negara penghasil minyak sawit untuk pengelolaan sumber daya berkelanjutan," ujar Darmin usai memimpin Pertemuan Tingkat Menteri Keempat CPOPC dikutip dari Antara, Selasa 11 April 2017.Selain Darmin dan pejabat kementerian terkait dari Indonesia, pertemuan CPOPC juga dihadiri Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Seri Mah Siew Keong.

Negara CPOPC Bersatu Protes Resolusi Sawit Uni Eropa | PT Bestprofit Futures Banjarmasin

"Negara-negara yang tergabung dalam CPOPC menyepakati untuk mulai membangun kerja sama karena terlalu banyak kampanye yang tak sesuai di sektor minyak sawit, terutama dari Eropa. Jadi, kami akan mengadakan joint mission," kata Siew di kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (11/4/2017).Joint mission itu sendiri, secara khusus dilakukan untuk menghadapi serangan pada sektor minyak sawit Indonesia. Pasalnya, di sektor ini, banyak orang dari berbagai lapisan, menggantungkan hidupnya seperti petani sawitnya, pengolah, bahkan hingga ke penjualnya.

"Kami akan bersama dengan negara-negara penghasil minyak sawit lain, seperti Thailand, Colombia, Papua Nugini, kita semua negara yang tergabung dalam CPOPC, kita bisa memberikan hasil pada pemasaran produk kita," katanya. Lebih lanjut, dia juga menjelaskan, bagi Malaysia, minyak sawit merupakan komoditas yang penting dan menjadi ekspor komoditas yang terbesar. "Kami memiliki begitu banyak petani yang menggantungkan hidupnya di minyak sawit. Di Malaysia ada sekitar 600 ribu petani kecil yang menghidupi keluarganya di sektor minyak sawit.

Makanya kami harus menghadapi berbagai disktriminasi ini," pungkas Siew. Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Datuk Seri Mah Siew Keong menegaskan bahwa, negara-negara yang tergabung dalam Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) akan mulai membangun kerja sama agar keberlangsungan palm oil tidak terhambat. Hal ini dibuktikan lewat joint mission antar negara-negara tersebut untuk melawan kampanye negatif soal sawit.

Seperti diketahui, Uni Eropa baru-baru ini mengeluarkan resolusi Parlemen Uni Eropa terkait dengan sertifikasi produk sawit dan pelarangan biodiesel berbasis sawit. Mereka menganggap bahwa, penanaman sawit dan perluasan lahannya, akan merusak lahan itu sendiri. Padahal, Indonesia telah memiliki ISPO (Indonesia Sustainable Palm Oil), dan juga standar yang sama dengan Malaysia ‎melalui Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO).

Bestprofit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar